The Dam Square

Raveena Calandre Atchley
5 min readJun 26, 2021

Written under pseudonym ANN-LEIGH.

RAVEENA ( @ragamkisah ):

Pulang yang tak bisa sepenuhnya dikatakan sebagai pulang, sebab status Raveena saat ini bukanlah sebagai warga negaranya lagi. Entah ide konyol apalagi yang Raveena dan Gesang rencanakan. Mereka hanya memiliki waktu libur selama satu minggu, namun mereka memilih Amsterdam sebagai tempat pelariannya selama itu juga. Tak perlu menginap di hotel mewah sudah pasti halnya. Sebab ketika berada di Amsterdam, Raveena dan Gesang tinggal di rumah Oma yang selama ini dirawat oleh beberapa pekerja suruhan Sem Atchley. Hal itu sudah pasti menjadi keuntungan tersendiri bagi keduanya. Selain itu, rumah yang terletak di daerah Amsterdam Noord cukup memiliki akses mudah ke manapun.

Contohnya saat keduanya hendak mengunjungi Dam Square. Mereka hanya perlu menggunakan busway line 52 untuk sampai di sana dalam waktu kurang lebih 10 menit saja.

Keduanya berjalan beriringan melewati gedung demi gedung yang berdiri berdampingan satu sama lain selagi menikmati pemandangan langka yang tentunya tak akan mereka dapati di Indonesia. Raveena melingkarkan tangan kirinya pada lengan kanan Gesang. Tipikal sepasang turis yang sedang dimabuk asmara saat mengunjungi alun-alun ramai ini. Tak ada yang berbeda saat itu, perbincangan keduanya hanya membahas seputar museum Madame Tussauds yang masih saja ramai pengunjung meskipun saat itu bukanlah tanggal libur di mana bagi sebagian orang tentunya akan memilih untuk menghabiskan waktu di luar rumah.

GESANG ( @ADlGDAYA ):

Ini untuk pertama kalinya bagi Gesang menginjakkan kakinya di tanah Amsterdam. Keputusan yang ia buat rasanya sudah tepat, sekaligus Gesang punya maksud tersendiri. Jujur saja, Gesang tak tahu apa-apa mengenai Belanda. Jika tak ada Raveena, pasti dirinya sudah mati langkah, memilih untuk tidur di hotel saja.

Destinasi yang pertama adalah Dam Square. Ternyata letaknya tidak jauh dari tempat mereka bermalam. Gesang menggenggam tangan Raveena ketika mereka tengah berjalan, menyusuri trotoar. Gedung-gedung dengan arsitektur yang khas menjadi pemandangan yang tak bisa mereka dapatkan di Tanah Air.

“Senang bisa pulang?” tanya Gesang.

RAVEENA ( @ragamkisah ):

Raveena tersenyum melihat tautan tangan mereka. Inisiatif Gesang yang membawa tangannya dari lengan sang tuan menuju jari-jarinya membuat semburat merah perlahan muncul di pipi Raveena secara tak sadar. Mereka sudah cukup lama bersama, namun hal sepele semacam ini terkadang masih membuat Raveena tersipu. Dengan tatapan yang masih tertuju pada tempat lapang di depan mereka, Raveena melontari pertanyaan retoris dari Gesang, “Of course, I am.”

“And to be with you right here, everything looks wonderful to me.”

GESANG ( @ADlGDAYA ):

Saat ini Gesang seperti tengah sibuk sendiri dengan rasa gugup juga rasa takjubnya dengan pemandangan yang disajikan di depan mereka saat ini. Ia berdiri tegap dengan kedua kakinya, kemudian mengajak Raveena untuk saling berhadapan.

“Raveena. Have you ever think about being together with me and spend the rest of our life, forever?”

RAVEENA ( @ragamkisah ):

Mendapati Gesang berada di depannya — mengajaknya berdiri berhadapan dengan satu sama lain — Raveena pun menghentikan langkah kakinya. Mendengar pertanyaan itu, Raveena terdiam. Tatapan matanya enggan tertuju pada kedua manik sang tuan. Justru Raveena alihkan atensi pada keadaan sekitar di mana banyak turis sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Ada yang sedang berswafoto, memberi makan merpati-merpati yang selalu mengelilingi mereka, ataupun melihat seorang anak kecil tak jauh dari posisi mereka yang sedang menjilat es krim coklat miliknya namun karena terlalu kuat menjilatnya, es krim tersebut malah terjatuh ke tanah. Sontak anak kecil itu menangis. Raveena mengerutkan bibirnya saat itu juga, bukan karena menyesalkan es krim jatuh tetapi karena Raveena kembali tersadar akan pertanyaan yang belum ia jawab beberapa detik yang lalu. Kali ini Raveena menatap Gesang, “I do.”

“Just sometimes, because you know — and we both know we are here together to cherish about present and not much more than that. Because, yeah, couldn’t make any promises on future. So, aku nggak pernah menuntut dan mengharapkan apapun dari kamu. I mean, untuk menuntut kamu untuk harus live together with me. But yep, I do think about that sometimes. Why, though?”

Bisa terdengar kegugupan dari cara Raveena menyampaikan jawabannya, tetapi setidaknya ia sudah berhasil menjawab pertanyaan yang selama ini Gesang hindari.

GESANG ( @ADlGDAYA ):

Lama bagi Gesang untuk mendapatkan jawaban dari Raveena. Tapi entah kenapa apa yang gadis itu sampaikan terdengar familiar untuknya. Ia pun memikirkan kembali apa maksud dari si puan.

Kembali ke masa lalu, ketika mereka baru kenal beberapa bulan saja. Gesang dengan ketakutannya dalam membina hubungan, ternyata tanpa sadar menarik kesimpulan sendiri bahwa dirinya tidak akan bisa menjadi pasangan yang baik. Hal itu yang mendorong Gesang untuk memberi garis yang jelas ketika ada yang berusaha mendekatinya, termasuk Raveena sekalipun.

“I know. Baik aku, apa lagi dirimu, kita tidak pernah tahu bahwa hari ini akan datang. Aku masih sama, bukan seseorang yang suka mengumbar janji. Aku tidak akan menjanjikan apa pun untukmu, maupun memberikan harapan kosong. Tapi, aku mau melangkah sedikit lebih jauh dari hubungan kita saat ini. Lagi-lagi, sama seperti yang sudah kita lewati. Kita hanya memutuskan untuk menjalani ini semua begitu saja. Tanpa harapan, tanpa pemaksaan.”

Gesang berlutut di depan Raveena kemudian. Ia mengeluarkan sebuah kotak cincin dari dalam saku coatnya.

“Aku hanya ingin kita berpindah, selangkah lebih maju. Karena aku pikir, aku ingin hidup menghabiskan waktu bersamamu.”

“So, Raveena. Will you marry me?”

RAVEENA ( @ragamkisah ):

Beberapa orang-orang di sekitar mereka reflek menoleh dan berkerumun ketika Gesang mulai berlutut sembari mengeluarkan kotak cincin yang saat ini tengah di buka ke arah Raveena. Raveena sendiri berada di posisi di mana ia masih berusaha untuk mencerna keadaan. Ucapan Gesang yang menjelaskan tentang perasaan terdalamnya, juga orang-orang yang mendadak menjadikan keduanya pusat atensi membuat lidah Raveena mendadak terasa kelu. Kedua tangannya reflek menutup mulutnya. Raveena berusaha menutupi tawa serta tangis bahagia yang amat ia rasakan saat ini. Tak pernah menyangka jika pada akhirnya, hatinya akan berlabuh pada Gesang. Meskipun memang benar adanya jika keduanya selama ini telah hidup dan tinggal bersama semenjak kepulangan Raveena dari Korea. Raveena benar-benar tidak pernah mengira. Kemudian, Raveena mengulurkan tangannya, meraih salah satu sisi pipi laki-laki yang sedang melamarnya itu untuk mengusapnya pelan dengan perasaan sayang. “I will. I will, Mas.”

GESANG ( @ADlGDAYA ):

--

--

Raveena Calandre Atchley

𝗙𝗜𝗖𝗧𝗜𝗢𝗡𝗔𝗟: ㅤ for my heart seeks to fathom thy deep mystery; like imprisoned sunbeams; say, “was that life thine?”